Senin, 30 Mei 2011
Cengkeraman dunia pada manusia
Abu Bakar Ash-Shiddiq ra berkata, “Pada suatu hari ketika aku bersama Rosulullah saw, maka beliau menggerakkan tangannya seolah-olah menolak sesuatu, sedangkan aku tidak melihat sesuatu apa pun di depan beliau. Tanyaku, “Wahai Rosulullah saw, mengapa engkau menggerakkan tanganmu seolah-olah menolak sesuatu, padahal aku tidak melihat sesuatu apa pun dihadapanmu?”. Beliau saw bersabda, “Diperlihatkan kepadaku seolah-olah dunia hendak mendatangi aku, maka kataku, “Pergilah kamu dari aku, sebab aku tidak senang denganmu”. Kata Dunia, “Ketahuilah bahwa kamu tidak akan mendapatkan aku lagi. Demi ALLAH jika kamu dapat terlepas dari cengkeramanku, maka aku tidak akan melepaskan cengkeramanku terhadap terhadap orang-orang yang dating sepeninggalmu” (Kehidupan Para Sahabat Rosulullah saw, 2003)
Khawatir tidak bertemu Nabi saw kelak karena mempunyai banyak harta
Abu Ubaidah bin Jarrah ra terlihat menangis ketika ia dikunjungi oleh salah seorang kawannya. Tanya kawannya, “Mengapa engkau menangis, wahai Abu Ubaidah?”. Jawab Abu Ubaidah, “Aku menangis dikarenakan aku ingat sabda Nabi saw yang berkata, “Kelak akan dibukakan pintu kekayaan bagi umatku wahai Abu Ubaidah, sebaik-baiknya harta yg kamu miliki adalah tiga budak, seorang membantumu, seorang lagi menemani kamu dalam perjalananmu, dan seorang lagi melayani keluargamu, sebaik-baik kendaraan yang kamu miliki ada tiga, seekor untuk kamu tunggangi, seekor lagi untuk mengangkut barangmu, seekor lagi untuk keperluan keluargamu,” sedangkan kini aku memiliki banyak budak dan banyak kendaraan, sehingga aku khawatir kalau aku tidak dapat bertemu dengan Rosulullah saw kelak, sebab Rosulullah saw telah bersabda, “Seorang yg paling aku cintai dan paling dekat dengan aku kelak adalah seorang yang tidak memiliki harta kekayaan apa pun sebagaimana ia berpisah denganku” (Kehidupan Para Sahabat Rosulullah saw, 2003)
Takut tidak bertemu Nabi saw kelak karena banyak harta
Ketika Muawiyah ra mengunjungi Abu Hasim bin Utbah yang sedang sakit, maka didapatkan ia menangis. Kata Muawiyah, “Wahai paman, apa yg menyebabkan kamu menangis, apakah kamu sakit ataukah kamu takut meninggalkan dunia?”. Jawab Abu Hasim, “Tidak, aku tidak sakit dan aku tidak takut untuk meninggalkan dunia, tetapi kami pernah diperintah Rosulullah saw, namun kami tidak dapat melaksanakannya”. Tanya Muawiyah, “Apa yg diperintahkan Rosulullah saw kepada kalian?”. Jawab Abu Hasyim, “Aku pernah mendengar Rosulullah saw bersabda, “Sebaik-baik harta yang kamu miliki adalah seorang pembantu dan sebuah kendaraan yang dapat dipakai berjuang fisabilillah, sedangkan aku telah mengumpulkan kekayaan sebanyak ini, karena itu aku takut bila aku tak akan bertemu dengan Rosulullah saw di akhirat kelak” (Kehidupan Para Sahabat Rosulullah saw, 2003)
Menangis karena banyak harta
Ketika Salman ra sakit, maka Sa’ad ibnu Abi Waqas ra mengunjunginya. Disaat itu dilihat salman sedang menangis. Tanya Sa’ad, “Wahai saudaraku, mengapa engkau menangis, bukankah engkau telah menjadi sahabat Rosulullah saw. Bukankah engkau akan menemui beliau di tepi telaga Kautsar dan bukankah engkau termasuk orang yang diridhai oleh beliau ketika beliau wafat?”. Jawab Salman, “Bukannya aku menangis disebabkan aku takut kematian, akan tetapi Rosulullah saw telah menyuruh kami sesuatu, namun aku tidak dapat melaksanakannya. Karena itu aku takut akan hal itu”. Tanya Sa’ad, “Apa yg disuruh oleh Rosulullah saw sedangkan kamu tidak dapat melaksanakannya?”. Jawab Salman, “Bukankah Rosulullah saw telah bersabda, “Sebaik-baik harta yang kamu miliki adalah sebanyak perbekalan seseorang yang hendak bepergian”. Sedangkan aku kini memiliki harta yang berlimpah ruah, karena itu aku merasa berdosa kepada beliau” (Kehidupan Para Sahabat Rosulullah saw, 2003)
Aku Kawatir Kalian Ditimpa Kekayaan
Rosulullah saw bersabda, “Aku tidak kawatir jika kalian ditimpa musibah (kemiskinan), yang aku kawatirkan ialah jika kalian sedang ditimpa kesenangan (kekayaan), sebab jika ditimpa suatu musibah, maka kalian akan dapat beribadah, tetapi jika ditimpa kesenangan, maka kalian akan lupa diri” (Kehidupan Para Sahabat Rosulullah saw, 2003)
Jauhi meminta-minta
Pada suatu hari di musim paceklik Abu Said pernah mengganjal perutnya dengan batu dikarenakan lapar. Kata istrinya, “sebaiknya kamu dating kepada Nabi dan mintalah sesuatu dari beliau, sebab si Fulan pernah dating kepada Nabi dan untuk meminta sesuatu dari beliau, maka Nabi memberinya”. Mendengar anjuran itu, maka aku dating kepada Nabi saw yang ketika itu sedang berkhutbah, “Barangsiapa yang menjaga dirinya dari meminta-minta, maka ALLAH akan menjauhkan dirinya dari meminta-minta. Seorang yang merasa cukupo dengan apa yang ada padanya jauh lebih kami senangi dari seorang yg meminta-minta”. Mendengar sabda Nabi saw tersebut, maka aku bertekad untuk tidak meminta kepada siapapun walaupun keadaanku serba kekurangan, dan tidak lama kemudian, maka ALLAH memberikan kecukupan kepadaku sehingga hartaku melebihi jumlah harta orang lain. (Kehidupan Para Sahabat Rosulullah saw, 2003)
Sehari lapar sehari kenyang
Nabi saw bersabda, “Pernah aku ditawari oleh Tuhanku emas sepenuh lembah Bathhaa’ (di mekah) tapi aku tolak dan aku hanya minta diberi kenyang sehari, lapar sehari agar aku dapat merendah diri kepada ALLAH dan ingat kepada-NYA jika aku sedang lapar, dan agar aku dapat bersyukur dan memuji-NYA jika aku sudah kenyang” (Kehidupan Para Sahabat Rosulullah saw, 2003)
Menjadi Raja dunia atau menjadi Nabi biasa
Ibnu Abbas ra berkata, “Pernah ALLAH mengutus Malaikat Isrofil beserta Jibril untuk dating kepada Nabi saw. Kata Malaikat Isrofil tersebut, “Sesungguhnya ALLAH memberikan pilihan bagimu (Muhammad), apakah kamu mau dijadikan sebagai seorang hamba dan Nabi, ataukah mau dijadikan sebagai seorang raja (yg kaya raya dan berkuasa) dan Nabi?”. Mendengar pertanyaan itu, Rosulullah saw menoleh kepada Jibril seolah-olah meminta pendapat beliau, maka Jibril memberi isyarat kepada Nabi agar beliau berlaku tawadhu. Maka Rosulullah saw berkata, “Aku ingin dijadikan sebagai seorang manusia biasa dan Nabi” (Kehidupan Para Sahabat Rosulullah saw, 2003)
Murung karena terlalu banyak harta
Sa’daa ra (istri Thalhah ra) berkata, “Pada suatu hari aku dapatkan Thalhah ra terlihat amat murung. Tanyaku, “Apa yg menyebabkan anda menjadi seorang pemurung, mungkin kamu terlalu memikirkan kami?”. Jawab Thalhah, “Tidak, akan tetapi aku mendapatkan uang terlalu banyak sehingga aku tidak tahu hendak aku kemanakan uang ini”. Kataku, “Mengapa kamu terlalu bingung dalam menghadapi hal itu, panggilkan kaummu kemudian bagikan kepada mereka harta yg menyebabkan kamu bingung”. Kata Thalhah ra, “Panggilkan seluruh kaumku untuk aku bagikan kepada mereka semua harta yang aku miliki”. Tanyaku pada si penjaga gudang, “Berapa jumlah harta yg dibagikan pada waktu itu”. Kata si penjaga gudang, “Jumlah harta yg dibagikan pada waktu itu ada empat ratus ribu dirham” (Kehidupan Para Sahabat Rosulullah saw, 2003)
Senin, 23 Mei 2011
Infaq Abdurrahman bin Auf ra
Ketika Aisyah ra sedang berada di rumahnya, tiba-tiba ia mendengar suara ramai di Madinah, sehingga ia sempat bertanya, “Suara apa yg ramai itu?” Kata mereka, “Itu adalah suara kafilah dagang milik Abdurrahman bin Auf yg datang dari syam dengan membawa berbagai macam kebutuhan”. Dan dikatakan bahwa kafilah dagang tersebut sebanyak tujuh ratus ekor unta sehingga kota Madinah menjadi ramai oleh karenanya. Mendengar kejadian itu maka Aisyah ra berkata, “Aku pernah mendengar Rosulullah saw bersabda, “Telah diperlihatkan kepadaku bahwa Abdurrahman bin Auf dimasukkan ke dalam surga dengan merangkak”. Ketika ucapan tersebut terdengar oleh Abdurrahman, maka Abdurrahman ra berkata, “Aku ingin masuk surga dengan berjalan”. Kemudian ia menyerahkan seluruh unta lengkap dengan peralatannya tersebut untuk disedekahkan fisabilillah. (Kehidupan Para Sahabat Rosullullah saw, 2003)
Kebaikan akan dibalas 10x lipat
Pada suatu kali ada seorang pengemis yang minta sesuatu pada kepada Amir Mu’minin Ali ra, maka Ali ra berkata, “Al Hasan, pergilah kepada ibumu, katakana padanya tadi aku menyimpan enam dirham, maka berikan satu dirham kepadaku”. Ketika diberitahukan oleh al Hasan, maka kata ibunya, “Sesungguhnya uang enam dirham tersebut akan aku belikan tepung”. Mendengar hal itu maka Ali ra berkata, “Tidak sempurna iman seseorang kecuali jika ia lebih meyakini apa yg ada di tangannya sendiri”. Kemudian Ali ra berkata, “Mintalah semua uang itu dan berikan semua kepada pengemis”. ,aka Siti Fatimah ra segera memberikan uang enam dirham kepada pengemis.
Tidak lama dari kejadian itu maka ada seseorang yang dating kepada Ali ra sambil berkata, “Siapa yg mau membeli untaku ini?”. Tanya Ali ra, “Berapa harga untamu?”. Kata lelaki itu, “Aku jual unta ini 160 dirham”. Tanya Ali ra “Aku mau membelinya asal uangnya tidak kontan”. Setelah disepakati maka unta tersebut dioserahkan kepada Ali ra. Ketika unta tersebut diikat disebuah tiang, maka ada seorang lelaki yg bertanya, “Milik siapakah unta ini?”. Jawab Ali ra, “Unta ini adalah milikku”. Tanya lelaki itu , “Apakah akan kamu jual unta ini?”. Jawab Ali, “Ya”. Tanya lelaki itu, “Berapa harga unta itu?”. Jawab Ali, “Dua ratus dirham”. Kata lelaki itu, “Aku setuju dengan harga itu”. Kemudian Ali ra memberikan 140 dirham kepada si pemilik unta dan ia segera menyerahkan 60 dirham kepada istrinya. Tanya Siti Fatimah ra, “Uang apa ini?”. Jawab Ali ra, “Ini adalah yang telah dijanjikan oleh ALLAH kepada kami lewat lisan Nabi-NYA : ‘Barangsiapa yang berbuat suatu kebajikan maka baginya diberikan ganti sepuluh kali lipat” (Kehidupan Para Sahabat Rosulullah saw, 2003)
Tidak lama dari kejadian itu maka ada seseorang yang dating kepada Ali ra sambil berkata, “Siapa yg mau membeli untaku ini?”. Tanya Ali ra, “Berapa harga untamu?”. Kata lelaki itu, “Aku jual unta ini 160 dirham”. Tanya Ali ra “Aku mau membelinya asal uangnya tidak kontan”. Setelah disepakati maka unta tersebut dioserahkan kepada Ali ra. Ketika unta tersebut diikat disebuah tiang, maka ada seorang lelaki yg bertanya, “Milik siapakah unta ini?”. Jawab Ali ra, “Unta ini adalah milikku”. Tanya lelaki itu , “Apakah akan kamu jual unta ini?”. Jawab Ali, “Ya”. Tanya lelaki itu, “Berapa harga unta itu?”. Jawab Ali, “Dua ratus dirham”. Kata lelaki itu, “Aku setuju dengan harga itu”. Kemudian Ali ra memberikan 140 dirham kepada si pemilik unta dan ia segera menyerahkan 60 dirham kepada istrinya. Tanya Siti Fatimah ra, “Uang apa ini?”. Jawab Ali ra, “Ini adalah yang telah dijanjikan oleh ALLAH kepada kami lewat lisan Nabi-NYA : ‘Barangsiapa yang berbuat suatu kebajikan maka baginya diberikan ganti sepuluh kali lipat” (Kehidupan Para Sahabat Rosulullah saw, 2003)
Niat dalam Pernikahan
Rosulullah saw bersabda, “Barangsiapa yg menikahi seorang perempuan karena kemuliaannya, maka ALLAH tidak akan menambahkan untuknya kecuali kehinaan. Barangsiapa menikah karena harta, maka ALLAH tidak akan menambah untuknya kecuali kefakiran. Barangsiapa menikah karena keturunan, ALLAH tidak akan menambah untuknya kecuali kerendahan. Barangsiapa menikah karena tidak menginginkan sesuatu, kecuali untuk menundukkan pandangan, menjaga diri dari perzinahan, atau semata mahabbah (rasa cinta) kepada ALLAH (melaksanakan perintah ALLAH dan sunnah Rosul), maka ALLAH pasti memberi keberkahan kepada keduanya” (HR Thabrani)
Lihatlah Orang yg di Bawahmu
Rosulullah saw bersabda, "Jangan kamu melihat orang yang berada di atas kamu, tetapi lihatlah orang yang berada di bawah kamu" (HR Bukhari)
Jangan hidup bermewah-mewah
Umar bin Khattab ra dan Yarfa’ ra berkunjung ke rumah Abu Darda di Syam ketika malam hari. Ketika mereka datang dan meminta izin masuk, ternyata ia segera mengizinkan masuk. Dan Umar segera mendorong pintu, ternyata pada pintu itu tidak ada kuncinya, dan didapatkan rumah itu gelap gulita tanpa lampu. Ketika Umar memeriksa isi rumah itu, ia dapatkan sebuah tikar yang lusuh dan bantal yang rapuh sedang pakaian yang dipakainya pun amat compang-camping. Kat a Abu Darda, “Siapakah yang dating kemari?”
Jawab Umar, “Aku Amirul Mukminin”. Kata Abu Darda, “Sungguh lebih setahun kami nanti-nantikan kedatanganmu”. Tanya Umar, “Bukankah telah aku cukupi segala kebutuhanmu?”. Jawab Abu Darda, “Benar, kamu telah mencukupi aku dengan baik, tapi tidakkah pernah kamu dengar Rosulullah saw bersabda, “Hendaknya hidup seseorang dari kamu ini hanyalah sekedar untuk perbekalan dalam perjalanan saja, tidak bermewah-mewah”. Kata Umar, “Ya, memang aku telah mendengarnya”. Kemudian keduanya menangis sampai tiba waktu pagi. (Kehidupan Para Sahabat Rosulullah saw, 2003)
Jawab Umar, “Aku Amirul Mukminin”. Kata Abu Darda, “Sungguh lebih setahun kami nanti-nantikan kedatanganmu”. Tanya Umar, “Bukankah telah aku cukupi segala kebutuhanmu?”. Jawab Abu Darda, “Benar, kamu telah mencukupi aku dengan baik, tapi tidakkah pernah kamu dengar Rosulullah saw bersabda, “Hendaknya hidup seseorang dari kamu ini hanyalah sekedar untuk perbekalan dalam perjalanan saja, tidak bermewah-mewah”. Kata Umar, “Ya, memang aku telah mendengarnya”. Kemudian keduanya menangis sampai tiba waktu pagi. (Kehidupan Para Sahabat Rosulullah saw, 2003)
Akhlak Fatimah binti Rosulullah saw ra
Tidak seperti biasanya, hari itu Ali bin Abu Thaliob ra pulang kerumah lebih awal menjelang sholat Ashar. Fatimah binti Muhammad saw menyambut dengan suka cita seraya berharap suaminya tercinta membawa uang hasil jerih payahnya hari itu untuk membeli keperluan di dapur.
“Salam kakanda”, sapa manis Fatimah ra dengan raut yang penuh ketulusan. “Sepertinya kanda lelah sekali”, lanjut Fatimah.
Belum sempat meneruskan perkataannya, Ali bin Abu Thalib ra berkata, “Maaf sayangku, aku tidak mendapatkan uang sepeserpun”. Dengan wajah manis dan senyum Fatimah ra menjawab, “Tidak apa-apa kanda. Bukankah rejeki itu sudah diatur dan bukan kita yang mengaturnya”.
Sungguh ucapan yg sangat indah terdengar dan menenteramkan hati Ali bin Abu Thalib ra, menunjukkan betapa tingginya ketakwaan wanita mulia ini. Betapa tinggi ketawakalan Fatimah ra padahal di dapurnya tidak ada lagi bahan mentah untuk dimasak.
Tidak lama kemudian, Ali bin Abu Thalib ra menuju ke masjid untuk sholat berjamaah dan ketika ia hendak pulang dari masjid di perjalanan ia bertemu dengan orang tua. Orang tersebut bertanya, “Hai anak muda, apakah benar kamu itu Ali bin Abu Thalib?”. Dengan penuh keheranan Ali ra pun menjawab, “Ya, saya Ali bin Abu Thalib, bagaimana engkau tahu namaku, duhai orang tua?”. Orang itu pun menjawab, “Dahulu, ayahmu pernah kusuruh bekerja membersihkan kulit binatang untukku dan aku belum membayar upahnya. Sekarang aku membayarnya kepadamu selaku ahli warisnya”. Sambil meraba saku, orang tersebut mengeluarkan uang sebanyak 30 dinar. Dengan raut senang Ali bin Abu Thalib ra pun mengambil uang 30 dinar yang merupakan hak nya itu. Lalu dengan raut yang gembira ia pulang ke rumah dan memberitahukan kepada istrinya. “Subhanallah, ini rejeki yg tiada terduga”, kata Fatimah ra mendengar penuturan suaminya itu. “Lekaslah kaubelikan bahan makanan semua uang itu di pasar kanda”, lanjutnya.
Ali bin Abu Thalib ra pun pergi ke pasar, namun di depan pasar ia mendapati orang fakir menengadahkan tangan dan berkata, “Barang siapa yang ingin bersedekah di jalan ALLAH maka bersedekahlah kepada musafir yang kehabisan bekal ini”.
Tanpa piker panjang, Ali ra pun memberikan semua uangnya itu kepada orang tersebut kemudian ia pun pulang dengan wajah murung kembali, tetapi bukan menyesali uang yang ia sedekahkan, tetapi karena mengingat istrinya. “Salam ‘alaik, ya Fatimah”, sapanya kepada istrinya itu. Fatimah kebingungan mendapati suaminya tidak membawa barang belanjaan sama sekali. Kemudian diceritakanlah kepada Fatimah ra tentang apa yang telah dilakukannya. Kembali dengan senyuman Fatimah ra menjawab, “Tidak apa-apa duhai suamiku. Bila aku mendapati yang demikian pastilah akan kulakukan yang sama dengan engkau duhai suamiku. Bersedekah itu lebih baik daripada bakhil (kikir)”. Mendengar ucapan itu hati Ali ra pun lega dan berkata dalam hatinya, “tidak salah aku memiihmu, sungguh mulia akhlakmu Fatimah”. (Kaya dan Bahagia dg Syukur, 2010)
“Salam kakanda”, sapa manis Fatimah ra dengan raut yang penuh ketulusan. “Sepertinya kanda lelah sekali”, lanjut Fatimah.
Belum sempat meneruskan perkataannya, Ali bin Abu Thalib ra berkata, “Maaf sayangku, aku tidak mendapatkan uang sepeserpun”. Dengan wajah manis dan senyum Fatimah ra menjawab, “Tidak apa-apa kanda. Bukankah rejeki itu sudah diatur dan bukan kita yang mengaturnya”.
Sungguh ucapan yg sangat indah terdengar dan menenteramkan hati Ali bin Abu Thalib ra, menunjukkan betapa tingginya ketakwaan wanita mulia ini. Betapa tinggi ketawakalan Fatimah ra padahal di dapurnya tidak ada lagi bahan mentah untuk dimasak.
Tidak lama kemudian, Ali bin Abu Thalib ra menuju ke masjid untuk sholat berjamaah dan ketika ia hendak pulang dari masjid di perjalanan ia bertemu dengan orang tua. Orang tersebut bertanya, “Hai anak muda, apakah benar kamu itu Ali bin Abu Thalib?”. Dengan penuh keheranan Ali ra pun menjawab, “Ya, saya Ali bin Abu Thalib, bagaimana engkau tahu namaku, duhai orang tua?”. Orang itu pun menjawab, “Dahulu, ayahmu pernah kusuruh bekerja membersihkan kulit binatang untukku dan aku belum membayar upahnya. Sekarang aku membayarnya kepadamu selaku ahli warisnya”. Sambil meraba saku, orang tersebut mengeluarkan uang sebanyak 30 dinar. Dengan raut senang Ali bin Abu Thalib ra pun mengambil uang 30 dinar yang merupakan hak nya itu. Lalu dengan raut yang gembira ia pulang ke rumah dan memberitahukan kepada istrinya. “Subhanallah, ini rejeki yg tiada terduga”, kata Fatimah ra mendengar penuturan suaminya itu. “Lekaslah kaubelikan bahan makanan semua uang itu di pasar kanda”, lanjutnya.
Ali bin Abu Thalib ra pun pergi ke pasar, namun di depan pasar ia mendapati orang fakir menengadahkan tangan dan berkata, “Barang siapa yang ingin bersedekah di jalan ALLAH maka bersedekahlah kepada musafir yang kehabisan bekal ini”.
Tanpa piker panjang, Ali ra pun memberikan semua uangnya itu kepada orang tersebut kemudian ia pun pulang dengan wajah murung kembali, tetapi bukan menyesali uang yang ia sedekahkan, tetapi karena mengingat istrinya. “Salam ‘alaik, ya Fatimah”, sapanya kepada istrinya itu. Fatimah kebingungan mendapati suaminya tidak membawa barang belanjaan sama sekali. Kemudian diceritakanlah kepada Fatimah ra tentang apa yang telah dilakukannya. Kembali dengan senyuman Fatimah ra menjawab, “Tidak apa-apa duhai suamiku. Bila aku mendapati yang demikian pastilah akan kulakukan yang sama dengan engkau duhai suamiku. Bersedekah itu lebih baik daripada bakhil (kikir)”. Mendengar ucapan itu hati Ali ra pun lega dan berkata dalam hatinya, “tidak salah aku memiihmu, sungguh mulia akhlakmu Fatimah”. (Kaya dan Bahagia dg Syukur, 2010)
Jangan Terlena dg Dunia
Rosulullah saw bersabda, "Hiduplah engkau didunia seperti orang yg asing, atau laksana orang yg sekadar lewat " (HR Bukhari)
Dunia yg fana ini hendaknya jangan membuat kita terlena. Perlakukanlah seolah kita orang asing yang singgah atau sekadar rekreasi sementara waktu karena rumah yg sesungguhnya adalah di akhirat. Oleh karena itu, ketika kita menemukan banyak sekali barang dan fasilitas dunia yg menggiurkan, ambillah sekadar yg kita perlukan untuk bekal perjalanan kita menuju akhirat (Kaya dan Bahagia dg Syukur, 2010)
Dunia yg fana ini hendaknya jangan membuat kita terlena. Perlakukanlah seolah kita orang asing yang singgah atau sekadar rekreasi sementara waktu karena rumah yg sesungguhnya adalah di akhirat. Oleh karena itu, ketika kita menemukan banyak sekali barang dan fasilitas dunia yg menggiurkan, ambillah sekadar yg kita perlukan untuk bekal perjalanan kita menuju akhirat (Kaya dan Bahagia dg Syukur, 2010)
Utamakan akhirat diatas dunia
Wahai manusia, waspadalah kalian kepada dunia dan jangan kamu percaya sedikit pun kepadanya, utamakan akhirat atas dunia dan cintailah ia. Jika salah satu dari keduanya kamu cintai maka kamu akan membenci yang lain (Abu Bakar Assiddiq ra)
Langganan:
Postingan (Atom)