Kamis, 06 Januari 2011

Surga derajad rendah 9

Rosulullah saw bersabda, "Salah seorang lelaki dari mereka mengambil makanan lalu meletakkannya di mulutnya. Lalu terlintas dalam pikirannya makanan yang lain, tiba-tiba makanan yang ada ditangannya berubah menjadi makanan yang dia inginkan". Ditanyakan, "Wahai Rosulullah, apakah tanah di surga itu?". Beliau bersabda, "Tanahnya marmer dari emas, debunya misik, bukitnya za'faran, pagarnya permata, yaqut, emas dan perak. Bagian dalamnya dapat dilihat dari luar, dan abgian luarnya dapat dilihat dari dalam. DI surga tidak ada gedung kecuali bagian dalamnya dapat terlihat dari luarnya, dan bagian luarnya dapat dilihat dari bagian dalamnya. Setiap lelaki disurga akan mengenakan sarung, baju luar, dan perhiasan yang tidak dipotong dan dijahit. Setiap lelaki disana akan memakai mahkota dari permata yang disulam dengan yaqut dan zabarrud yang memiliki dua jalinan dari emas. Dilehernya memakai kalung emas yang dihias dengan permata dan yaqut hijau. Ditangan setiap lelaki ada tiga buah gelang dari emas, perak, dan permata. Dibawah mahkota mereka juga terdapat hiasan dari permata dan yaqut. Disamping mengenakan mahkota dan perhiasan tersebut, mereka memakai pakaian sutera halus, sutera tebal, dan sutera hijau. Mereka bertelekan diatas permadani yang bagian dalamnya dari sutera, dan bagian luarnya dari sutera yang indah. Kaki dipannya dari yaqut merah. Setiap dipan memiliki seribu jenis, setiap jenis memiliki tujuh puluh warna, setiap jenis berbeda antara yang satu dengan yang lain. Setiap tempat tidur terdapat tujuh puluh permadani, setiap permadani memiliki tujuh puluh warna, setiap permadani berbeda yang satu dengan yg lainnya. Disebelah kanan tempat tidur terdapat tujuh puluh kursi, demikian pula disebelah kirinya. Setiap kursi juga berbeda dari yang lainnya".

Beliau saw bersabda, "Seluruh penghuni surga tingkat atas maupun tingkat bawah memiliki tinggi badan seperti Nabi Adam as yaitu enampuluh hasta. Mereka muda kekar dan bercelak. Mereka dan istri-istri mereka sebaya". (al-Ghunyah; Syaikh Abdul Qadir Jailani, 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar